Langsung ke konten utama

Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup Makalah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi menjadi perbincangan menarik. Menarik untuk didukung dan ditolak. Begitulah keragaman pemahaman tentang demokrasi. Terlebih lagi, kita terlena dengan pemaknaan keberagaman tanpa ada nilai saling memahami. Dengan begitu, dibutuhkan pemahaman yang lebih universal terkait demokrasi tersebut. Sebut saja, demokrasi sebagai sebuah pandangan hidup.
Besar dampak positifnya apabila demokrasi menjadi sebuah pandangan hidup. Ketika demokrasi sudah menjadi pandangan hidup, apapun yang akan dilakukan, meliputi metode/cara dan media yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan menjadi lebih baik. Misalnya dalam PEMILU. Pemilu bertujuan memilih pemimpin secara Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Adil). Bagaimana realitanya? Jauh dari harapan. Besar kemungkinan, kita (masyarakat) Indonesia berdemokrasi secara sistemik/prosedural saja tetapi tidak/belum mempunyai pandangan hidup berdemokrasi. Harusnya pemilih bebas memilih wakilnya menjadi tersandera oleh uang atau janji-janji (money politics), pemalsuan data, dan lain sebagainya.
Misal yang lain, sekelas pendaftaran siswa maupun mahasiswa masih dapat terkena yang namanya suap, soal pembuatan e-KTP dikorupsi, dan pupuk pun jadi lahan korup, bahkan dana haji pun di gasak juga. Indonesia sudah mempunyai tujuan yang luhur dalam butir-butir pancasila yang sangat demokratis, tetapi masyarakatnya (termasuk kita sendiri) masih belum berpandangan hidup demokratis dan masih menganggap demokrasi hanya sebagai sebuah alat. Apakah butir-butir pancasila kita salah? Dan apakah UUD kita salah? Lebih tepatnya, pandangan hidup kitalah yang masih jadul. Dengan begitu, menjadi penting memahami demokrasi secara kontekstual dan komprehensif.

B. Rumusan Masalah
1) Apakah makna dari Demokrasi?
2) Bagaimana hakikat Demokrasi?
3) Bagaimana bentuk-bentuk Demokrasi?
4) Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?
5) Bagaimana hubungan islam  dan demokrasi?

C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui makna dari demokrasi.
2) Untuk mengetahui hakikat demokrasi.
3) Untuk mengetahui bentuk bentuk demokrasi.
4) Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia.
5) Untuk mengetahui hubungan islam dan demokrasi.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.        Makna Demokrasi
Demokrasi sering kita dengar dengan kebebasan berpendapat, persamaan derajat dan persamaan hak. Memang ada benarnya demokrasi diartikan seperti diatas namun perlu kita ketahui asal kata dan pendapat para ahli terkait demokrasi. Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, dari kata “demos” dan “cratos”, demos berarti rakyat dan cratos berarti pemerintah. Maka demokrasi adalah pemerintahan yang berada di tangan rakyat.
Sedangkan secara terminologi menurut para ahli sebagaimana dikutip oleh Ubaedillah dkk, antara lain:
(a). Joseph A. Schmeter mengatakan demokrasi merupakan perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;
(b). Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa;
 (c). Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
Pengertian demokrasi terus berkembang, tidak hanya didefinisikan dalam pemerintahan/metode politik, melainkan juga sebagai suatu tujuan etis. Sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, demokrasi menurut Peter Salim, “Demokrasi adalah suatu pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua negara”. Sedangkan menurut Zaki Badawi “Demokrasi adalah menetapkan dasar-dasar kebebasan dan persamaan terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama dan bahasa.
Dalam kenyataanya demokrasi hanya difahami secara parsial sehingga banyak yang merusak, menganggu dan bertindak anarkis dengan alasan demokrasi,serta meraup keuntungan pribadi/kelompok dalam demokrasi, tepatnya demokrasi terhadap dirinya sendiri. Perlu kita ketahui banwa demokrasi itu mempunyai prinsip kebebasan, prinsip perhormatan terhadap martabat orang lain, prinsip persamaan dan prinsip pembagian kekuasaan.
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
      Dari beberapa pendapat diatas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermayarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan ditangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal : pertama, pemerintah dari rakyat (government of the poeple); kedua pemerintahan oleh rakyat (government by poeple); ketiga, pemerintahan yang demokratis bila ketiga hal diatas dapat dijalankan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.
       Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimategovernment) dan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimate government) dimata rakyat.
Pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukunagn yang diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimete government) berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengkuan dan dukungan dari rakyat. Legitimasi bagi suatu pemerintahan sangat  penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintahan dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya. Pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintah yang sedang memegang kekuasaan dituntut kesadaranya bahwa pemerintahan tersebut diperoleh melalui pemilhan dari rakyat bukan dari pemberian wangsit atau kekuatan supranatural.
      Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the poeple). Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginanya sendiri. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaanya, pemerintahan berada dalam pengawasan rakyatnya. Karena itu pemerintah harus tunduk kepada pengawasan rakyat (social control). Pengawasan rakyat (social control) dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung yaitu melalui perwakilannya di parlemen (DPR). Dengan adanya pengawasan oleh rakyat (social control) akan menghilangkan ambisi otoriterianisme para penyelenggara negara (pemerintah dan DPR)
      Ketiga, pemerintahan unutk rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas segalanya. Untuk itu pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan dan program-programnya, bukan sebaliknya hanya menjalankan aspirasi keinginan diri, keluarga dan kelompoknya. Oleh karenaitu pemerintah harus membuka kanal-kanal (saluran) dan ruang kebebasan serta menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara langsung.


B.        Hakikat Demokrasi
Hakikat demokrasi berkaitan dengan harkat dan martabat manusia yang paling hakiki, yakni hak dan kewajiban dalam :

1.      Penyampaian gagasan  
2.      Pengambilan keputusan
3.      Pelaksanaan suatu keputusan
4.      Pengawasan terhadap pelaksanaan suatu keputusan

Demokrasi memberikan pegangan bahwa :

1.      Setiap individu memiliki hak yang sama dalam menyampaikan gagasan, dan berperan serta dalam mengambil keputusan ; dan
2.      Setiap individu memiliki kewajiban yang sama dalam melaksanakankeputusan dimaksud serta bertanggung jawab terhadap terselenggaranyakeputusan sehingga ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilannya.

Pada umumnya urai demokrai selalu dari sisi :

1.      Bagaimana proses penyaluran kedaulatan rakyat menjadi bentuk kekuasaan dan wewenang. Bentuk penyaluran kedaulatan antara lain melalui proses pemilihan umum.
2.      Bagaimana kekuasaan diatur ke dalam kewenangan kelembagaan pemerintahan agar tidak tercipta suatu kekuasaan yang otoriter
3.      Bagaimana pengawasan terhadap lembaga pemegang kekuasaandiselenggarakan dengan sejauh mungkin mengikutsertakan masyarakat

Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Hakikkat: pemerintah dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, pemerintahan untuk rakyat.
Norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokratis:
1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme
2. Musyawarah
3. Pertimbangan moral
4. Pemufakatan yang jujur dan sehat
5. Pemenuhan segi-segi ekonomi
6. Kerja sama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing- masing
7. Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.


C.        Bentuk Bentuk Demokrasi
Terdapat bermacam-macam demokrasi yang sudah menjadi bagian dari pemerintahan negara-negara di seluruh dunia. Keanekaragaman ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan yang pada umumnya berlaku.
Atas Dasar Penyaluran Kehendak Rakyat
a.Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung berarti paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum negara.
b.Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan. Penerapan demokrasi ini berkaitan dengan kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya semakin luas, dan permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan kompleks.
Atas Dasar Prinsip Ideologi
Berdasarkan paham ini ada dua bentuk demokrasi, yakni:
a.Demokrasi Konstitusional (demokrasi liberal)
Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualisme. Ciri khas demokrasi konstitusional adalah kekuasaan pemerintahnya terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.
b.Demokrasi Rakyat
Demokrasi rakyat disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan Marxisme-Komunisme. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan atau paksaan. Akan tetapi, untukmencapai masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan.Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah “bentuk khusus demokrasi yang memenuhi fungsi diktatur proletar”.


    
Dilihat dari titik berat “yang menjadi perhatiannya”, demokrasi dapat dibedakan :
a.Demokrasi Formal (negara-negara liberal)
Yaitu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik ,tanpa disertai upaya untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi.
 b.Demokrasi Material (negara-negara komunis)
Yaitu demokrasi yang menitik beratkan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang politik kurang diperhatikan dan bahkan kadang-kadang dihilangkan.
c.Demokrasi Gabungan (negara-negara nonblok)
Yaitu demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari demokrasi formal Dan demokrasi material.

Sedangkan bentuk-bentuk demokrasi menurut Sklar , yaitu terbagi atas 5 (lima)macam sebagai berikut.
Bentuk Demokrasi Uraian / Keterangan
1.Demokrasi Liberal
Yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undangdan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg. Banyak negara-negara di Afrika mencoba menerapkan model ini, tetapi hanya sedikit yang bisa bertahan.
2.Demokrasi Terpimpin
Para pemimpin percaya bahwa tindakan mereka dipercayai rakyat, tetapi menolak persaingan dalam pemilihan umum untuk menduduki kekuasaan.
3.Demokrasi Sosial
Yaitu menaruh kepedulian pada keadaan sosial dan egalitarianismebagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
4.Demokrasi Partisipasi
Yaitu menekankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.

5.Demokrasi Konstitusional
Yaitu menekankan pada proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya dan menekankan kerja sama yang erat diantara elite yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.Pelaksanaan demokrasi sebagai sistem dan sekaligus budaya politik di suatu negara dapat berkembang dengan baik, jika tersedia faktor pendukungnya

D.        Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami fluktuasi dan masa kejayannya dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Dalam perjalanan demokrasi negara Indonesia, terdapat berbagai masalah yang muncul yang harus dihadapi, yaitu bagaimana suatu demokrasi sebagai tonggak berkembangnya suatu negara dapat menjadi peran dalam mewujudkan berdirinya sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi Indonesia, dalam kurunnya waktu terbagi menjadi menjadi empat periode,yaitu:

1.      Demokrasi parlementer (1945-1959)
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan demokrasi parlementer. Parlementer mulai diberlakukan sesudah sebulan kemerdekaan di proklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950.
Dimana menurut UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer, dengan badan eksekutif yang terdiri dari presiden sebagai kepala negara beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik.

2.      Demokrasi terpimpin (1959-1965)
Pada masa periode ini, ialah adanya dalam pendominasian presiden dalam kegiatan pemerintahan, berkembangnya komunis, dan meluasnya peran ABRI dalam unsur sosial politik. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan sekurang-kurangnya 5 tahun, akan tetapi ketetapan MPRS NO.III/1963 yang mengangkat Ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup, telah membatalkan pembatasan dalam kurun waktu 5 tahun itu. Selain itu, banyak terjadi tindakan penyimpangan lainnya yang terjadi terhadap ketentuan UUD 1945 yang eksplisit ditentukan dan presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
Dewan perwakilan rakyat gotong royong juga mengganti dewan perwakilan rakyat sebagai hasil pemilu, ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol ditiadakan.dan di dalam bidang perundang-undangan dimana segala aktifitas pemerintahan dilaksanakan melalui penetapan presiden yang memakai sumber dekrit 5 juli.
Dan bagaimanakah rumusan demokrasi terpimpin dan apakah butir-butir pokok demokrasi terpimpin? Seperti yang dikemukakan Soekarno, dalam kutipan A.Syafi’i Ma’arif adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan prinsip-prinsip demokrasi terpimpin yang dikemukakan oleh Soekarno adalah sebagai berikut: pertama; tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangasa, dan negara; kedua; tiap-tiap orang berhak mendapat penghidupan yang layak dalam masyarakat, bangsa, dan negara.
3.      Demokrasi pancasila (1965-1998)
Dengan landasan formil, yaitu pancasila, UUD 1945, dan ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 dan begitupula meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dicapai mufakat antara badan legeslatif. Selain itu beberapa hak asasi diusahakan supaya diselenggarakan secara  lebih penuh dengan memberi kebebasan kepada pers untuk menyatakan pendapat, dan kepala partai-partai politik untuk bergerak dan menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilu 1971. Dengan demikian diharapkan terbinanya partisipasi golongan-golongan dalam masyarakat disamping pembangunan secara teratur.
Namun dalam pelaksanaanya, demokrasi pancasila pada masa Soeharto belum mencapai pada tataran praksis. Karena dalam demokrasi ini, ditandai dengan adanya; dominan para ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik; pengebirian peran dan fungsi partai politik; adanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik; masa mengambang; monolitisasi ideologi negara; dan inkorporasi lembaga non pemerintah. Sehingga pelaksanaan demokrasi pada masa ini belum secara penuh ditegakan berdasar nilai-nilai demokrasi pancasila.

4.      Demokrasi reformasi (1998-sampai sekarang)
Runtuhnya rezim orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi menjadi masa tansisi di Indonesia, dimana pada masa ini terjadi pembalikan arah perjalan bangsa dan negara yang akan membawa Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada orde lama dan orde baru.
Sukses atau gagalnya suatu demokrasi tergantung pada empat faktor, yaitu:
1. Komposisi elite politik
2. Desain institusi politik
3.Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
Peran masyarakat madani.

Indikasi kearah terwujudnya kehidupan demokratis dalam era transisi menuju demokrasi di Indonesia antara adanya kaitan dengan keberadaannya pada sebuah negara demokrasi, diamandemennya pasal-pasal dalam konstitusi Negara RI, adanya kebebasan pers, dijalankannya kebijakan otonomi daerah, dan sebagainya.
Dan pada pelaksanaan pemerintahan pada masa sekarang, masih terjadi tindakan di luar nilai uud 1945. Maraknya kasus korupsi  dikalangan para pejabat negara yang masih  belum terselesaikan. 


E.        Hubungan Islam dan Demokrasi
            Demokrasi banyak negara yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi karena dianggap bahwa demokrasilah bentuk pemerintahan yang paling adil karena selalu mengutamakan rakyat. Karena pemerintahan terdiri dari rakyat yang begitu banyak maka kepuasan dan kenyamanan rakyat adalah tujuan dari sebuah negara menjaga warganya agar aman dan damai. Sehingga bisa dibilang kekuasaan ada di tangan rakyat, karena kebanyakan yang kita lihat di negara-negara yang tidak menerapkan sistem demokrasi rakyat menjadi tertindas karena tidak keberdayaannya, dan menjadi tidak punya harapan karena kelemahan yang dibuat oleh penguasa terjadi kesenjangan sosial yang begitu besar antara rakyat dan penguasa yang menindas tersebut. Demokrasi selalu mengutamakan rakyat, rakyatlah yang menjadi raja. Sehingga kekuatan selalu berada di tangan rakyat.

             Islam adalah negara yang dibawa oleh Muhammad saw dalam membawa agama Islam nabi Muhammad saw tidak seperti nabi Isa as yang hanya menjadi pengajar agama bagi bani israil tetapi Muhammad saw juga menjadi pemimpin dalam pemerintahan arab jadi yang dibawanya tidak hanya ajaran agama tetapi agama yang dapat direalisasikan dalam segala hal termasuk pemerintahan maka dari itu nabi Muhammad saw menjadi pemimpin agama juga menjadi pemimpin suatu pemerintahan negara. Negara yang dibuatnya adalah negara yang penuh dengan asas-asas ketuhanan karena hukum yang digunakan oleh negara itu ialah huku Tuhan / hukum Islam karena Al-Quran adalah wahyu tuhan dan hukum sumber utamanya adalah Al-Quran maka hukum yang digunakan ialah hukum Tuhan. Sehingga Islam dapat direalisasikan juga dengan sebuah bukanlah hanya sekedar ajaran agama yang sempit.

               Penjelasan demokrasi dan Islam telah kita pahami bersama karena keduanya saling berkaitan maka kita akan membahas habis pemikiran-pemikiran yang menghubungkan keduanya itu dengan menganalisis pemikiran-pemikiran Mohammad Natsir,Maududi dan Tariq Ramadhan.

Mohammad Natsir

               Mohammad Natsir adalah seorang nasionalis Indonesia yang sangat terkenal sehingga dapat dengan mudah kita dapati buku-bukunya di indonesia yang membahas tentang pemikiran dari seorang tokoh Mohammad Natsir tersebut. Negara Indonesia adalah negara demokrasi dan mayoritas penduduk Indonesia ialah muslim apakah demokrasi itu bisa diterapkan di indonesia yang mayoritas penduduknya ialah muslim? Inilah yang akan kita bahas dari pemikiran-pemikiran dari Mohammad Natsir tersebut.

            Bagi Natsir, agama (baca: Islam) tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam. Dinyatakannya pula bahwa kaum muslimin mempunyai falsafah hidup atau idiologi seperti kalangan Kristen, fasis, atau Komunis. Natsir lalu mengutip nas Alquran yang dianggap sebagai dasar ideologi Islam (yang artinya), “Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku.” (51: 56). Bertitik tolak dari dasar idiologi Islam ini, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup seorang Muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba Allah agar mencapai kejayaan dunia dan akhirat kelak. (Muhammad Natsir, Capita Selekta, hlm. 436)

                Mohammad Natsir memahami betul ajaran-ajaran dari agama Islam yang juga mencakup segala hal termasuk pemerintahan. Maka dari itu Mohammad Natsir menganggap bahwa agama islam dan negara tidak dapat dipisahkan tetapi yang menjadi maslaah ialah bahwa di dalam negara Indonesia terdiri beragam ras dan agama yang tidak hanya beragama Islam. Islam hanyalah agama mayoritas dari agama-agama yang ada di Indonesia. Sehingga pemerintahan yang dibentuk jika dengan negara Islam dinilai tidak adil dengan agama yang lain, padahal Indonesia adalah negara demokrasi yang sangat menjunjung keadilan bagi warga negaranya Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

             Menurut Natsir, ketidakfahaman terhadap negara Islam, negara yang menyatukan agama dan politik, pada dasarnya bersumber dari kekeliruan memahami gambaran pemerintahan Islam. “Kalau kita terangkan, bahwa agama dan negara harus bersatu, maka terbayang sudah di mata seorang bahlul (bloody fool) duduk di atas singgahsana, dikelilingi oleh “haremnya” menonton tari “dayang-dayang”. Terbayang olehnya yang duduk mengepalai “kementerian kerajaan”, beberapa orang tua bangka memegang hoga. Sebab memang beginilah gambaran ‘pemerintahan Islam’ yang digambarkan dalam kitab-kitab Eropa yang mereka baca dan diterangkan oleh guru-guru bangsa barat selama ini. Sebab umumnya (kecuali amat sedikit) bagi orang Eropa: Chalifah = Harem; Islam = poligami.” (Muhammad Natsir, Capita Selekta, hlm. 438).

              Jadi, Islam memang tidak pernah bersatu dengan negara sebagaimana diduga Soekarno maupun Kemal.Dengan logika seperti ini, Natsir menilai bahwa sikap mendukung Soekarno terhadap gagasan pemisahan agama dari negara tidak tepat. Kata Natsir lebih lanjut, “Maka sekarang, kalau ada pemerintahan yang zalim yang bobrok seperti yang ada di Turki di zaman Bani Usman itu, bukanlah yang demikian itu, yang kita jadikan contoh bila kita berkata, bahwa agama dan negara haruslah bersatu. Pemerintahan yang semacam itu tidaklah akan dapat diperbaiki dengan “memisahkan agama” daripadanya seperti dikatakan Ir. Soekarno, sebab memang agama, sudah lama terpisah dari negara yang semacam itu.” (Muhammad Natsir, Capita Selekta, hlm. 440).

DEMOKRASI SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan mayarakat). Bentuk kongkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikanya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi kehidupan bernegara baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
      Pemerintahan demokratis membutuhkan kultur demokrasi unutk membuatnyaperformed (eksis dan tegak). Kultur demokrasi itu berada dalam masyarakat itu sendiri. Sebuah pemerintahan yang baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada umumnya punya sikap positif dan proaktif terhadap norma-norma dasar demokrasi. Karena itu harus ada keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang terbaik dibanding dengan sistem lainya (Saiful Mujani: 2002). Untuk itu, masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai way of life yang menuntun tata kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, pemerintahan dan kenegaraan.
      Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan. Demokrasi dalam kerangka diatas berarti sebuah proses melaksanakan nila-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil sciety yang menghormati dan berupaya merealisasikan nila-nilai demokrasi (Sukron Kamil, 2002). Berikut ini adalah daftar penting norma-norma dan pandangan hidup demokratis yang dikemukakan oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur). Menurut Nurcholis Madjid pandangan hidup demokratis berdasarkan pada bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan paling tidak mencakup tujuh norma. Ketujuh norma itu sebagai berikut :
      pertama, pentingnya kesadaran akan pluralisme. Ini tidak saja sekedar pengakuan (pasif) akan kenyataanya masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan kemajemukan menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu senidri secara aktif. Seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya pada cara hidup demokratis jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke arah jenis persatuan dan kesatuan yang diperoleh melalui penggunaan prilaku kreatif dan dinamik serta memahami segi-segi positif kemajemukan masyarakat. Masyarakat yang teguh berpegang pada pandangan hidup demokratis harus dengan senidinya teguh memelihara dan melindungi lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup demokratis seperti ini menuntut moral pribadi yang tinggi. Kesadaran aka pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat indonesi sebagai bangsa yang beragam dari sisi etni, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
      Kedua, dalam peristilahan politik dikenal istilah “musyawarah” (dalam bahasa Arab,musyawaroh, dengan makna asal sekitar “saling memberi isyarat”). Internalisasi makna semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan “kalah suara”. Semangat musyawarah menuntut agar setiap menerima kemungkinan terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan dasar bahwa belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Korelasi prinsip itu ialah kesediaan untuk kemungkinan menerima bentuk-bentuk tertentu kompromi atau islah.  Korelasinya yang lain ialah seberapa jauh kita bisa bersikap dewasa dalam mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan pendapat, dan kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik. Dalam masyarakat yang belum terlatih benar unutk berdemokrasi, sering terjadi kejenuhan antara mengkritik yang sehat dan bertanggung jawab, dan menghina yang merusak dan tanpa tanggung jawab.
      Ketiga, ungkapan “tujuan menghalalkan cara” mengisyaratkan suatu kutukan kepada orang yang berusaha meraih tujuanya dengan cara-cara yang tidak peduli kepada pertimbangan moral. Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya. Seperti dikatakan Albert Camus, “indeed the justifies the means”. But what justifies the end ? the means!”. Maka antara keduanya tidak boleh ada pertentangan. Setiap pertentangan antara cara dan tujuan, jika telah tumbuh menggejala cukup luas, pasti akan mengundang reaksi-reaksi yang dapat menghancurkan demokrasi. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa akhlak yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (kuluhuran akhlak) menjadi acuan dalam berbuat dan mencapai tujuan.
      Keempat, permufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat. Suasana masyarakat demokrasi dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai permufakatan yang juga jujur dan sehat. Permufakatan yang dicapai melalui “engineering”, manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya hasil sebuah konfirasi, bukan saja merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit, malah dapat disebut sebagai penghianatan pada nilai dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua merupakan hal yang sangat pokok. Faktor ketulusan itu mengandung makna pembebasan diri dari vested interest yang sempit. Prinsip ini pun terkait dengan paham musyawarah seperti telah dikemukakan diatas. Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok yang bersangkutan mempunyai kesediaan psikologis unutk melihat kemungkinan orang lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap orang pada dasarnya baik, berkencederungan baik, dan beritikad baik.
      Kelima, dari sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya keperluan pokok, yaitu pangan, sandang dan papan. Ketiga hal itu menyangkut masalah pemenuhan segi-segi ekonomi (seperti masalah mengapa kita makan nasi, bersandangkan sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah “joglo”, misalnya) yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya. Warga masyarakat demokratis ditantang untuk mampu menganut hidup dengan pemenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana-rencana itu (dalam wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan sosial.
      Keenam, kerjasama antarwarga masyarakat dan sikap saling mempercayai iktikad baik masing-masing, kemudian jalinan dukung-mendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efesiensi untuk demokrasi. Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-masing penuh curiga kepada lainnya bukan saja mengakibatkan tidak efesiennya cara hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus pada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nila-nilai asasi demokratis. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom  of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianism) dan tingkah laku penuh percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude) mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimis. Pandangan kemanusiaan yang negatif dan pesimis akan dengan sendirinya sulit menghindari perilaku curiga dan tidak percaya kepada sesama manusia, yang kemudian ujungnya ialah keengganan bekerja sama.
      Ketujuh, dalam keseharian, kita bisa berbicara tentang pentingnya pendidikan demokrasi. Tapi karena pengalaman kita yang belum pernah dengan sungguh-sungguh menyasikan atau apalagi merasakan hidup berdemokrasi -ditambah lagi dengan kenyataan bahwa “demokrasi” dalam abad ini yang dimaksud adalah demokrasi moderen- maka  bayangan kita tentang “pendidikan demokrasi”umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep secara verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah) antara das sein dan das sollen dalam konteks ini ialah akibat dari kuatnya budaya “menggurui” (secara feodalistik) dalam masyarakat kita, sehingga verbalisme yang dihasilkan juga menghasilkan kepuasan tersendiri dan membuat yang bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa perilaku. Pandangan hidup demokratis terlaksana dalam abad kesadaran universal sekarang ini, maka nilai-nilai dan pengeertian-pengertiannya harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan kita. Tidak dalam arti menjadikannya mautan kurikuler yang klise, tetapi diwujudkan dalam hidup nyata (livedin) dalam sistem pendidikan kita. Kita harus muali dengan sungguh-sungguh memikirkan unutk membiasakan anak didik dan masyarakat umumnya siap menghadapi perbedaan pendapat dan tradisi pemilihan terbuka untuk menentukan pimpinan atau kebijakan. Jadi pendidikan demokrasi tidak saja dalam kajian konsep verbalistik, melainkan telah membumi (menyatu) dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas maupun diluar kelas.
      Seperti sudah disinggung di atas, demokrasi bukanlah sesuatu yang akan terwujud bagaikan benda yang jatuh dair langit secara sempurna, melainkan menyatu dengan proses sejarah, pengalaman nyata dan eksperimentsi sosial sehari-hari dalam tata kehiduapn bermasyarakat dan bernegara termasuk dalam tata pemerintah. Karena itu tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam suatu negara memerlukan ideologi yang terbuka, yaitu ideologi yang tidak dirumuskan “sekali dan untuk selamanya” (once and for all), tidak dengan ideologi tertutup yaitu ideologi yang konsepnya (presepts) dirumuskan “sekali dan untuk selamanya” sehingga cenderung ketinggalan zaman (obsolete, seperti terbukti dengan ideologi komunisme)
       Dalam konteks ini pancasila –sebagai ideologi negara- harus ditatap dan di tangkap sebagai ideologi sebagai terbuka, yaitu lepas dari kata literalnya dalam pembukaan UUD 45. Penjabaran dan perumusan prespts-nya harus dibiarkan terus berkembang seiring dengan dinamika masyarakat dan bertumbuhan kualitatifnya, tanpa membatasi kewenangan penafsiran hanya pada satu lembaga “resmi” seperti di negeri-negeri komunis. Karena itu ideologi negara (Pancasila) indonesia dalam perjumpaannya dengan konsep dan sistem demokrasi terbuka terhadap kemungkinan proses-proses ‘coba dan salah’ (trial and error), dengan kemungkinan secara terbuka pula untuk terus menerus melakukan koreksi dan perbaikan. Justru titik kuat suatu ideologi yang ada pada suatu negara ketika berhadapan dengan demokrasi adalah adanya ruang keterbukaan. Karena demokrasi, dengan segala kekurangannya, ialah kemampuanya untuk mengoreksi dirinya sendiri melalui keterbukaanya itu. Jadi bila demokrasi ingin tumbuh dan berkembang dalam negara Indonesia yang mempunyai ideologi Pancasila mensyaratkan ideologi tersebut sebagai ideologi terbuka.













BAB III
KESIMPULAN

Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara. Secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahanya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat).

Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. Demokrasi bukanlah sesuatu yang akan terwujud bagaikan benda yang jatuh dair langit secara sempurna, melainkan menyatu dengan proses sejarah, pengalaman nyata dan eksperimentasi sosial sehari-hari dalam tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara termasuk dalam tata pemerintah.








DAFTAR PUSTAKA
Azara, Prof Dr.Azumardi, MA, Demokrasi Masyarakat Madani, Tim Penyusun ICCE UIN, Jakarta, 2003.h.141
Rahman, Srijanti, A. HJ. Pendidikan Kearganegaraan Untuk Mahasiswa, Yogyakarta: 2009.
Tim Penyusun. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah JAKARTA. 2003
 http://shantii-blog.blogspot.com/2011/10/demokrasi-sebagai-pandangan-hidup.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://thufailalghifari.multiply.com/reviews/item/105
http://www.scribd.com/doc/16075778/Demokrasi
http://www.scribd.com/doc/77005451/Pengertian-Dan-Hakikat-Demokrasi
http://irfanfauzi10.wordpress.com/2010/04/09/makalah-demokrasi/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode Pembelajaran Bahasa Inggris SD

PENDAHULUAN Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas sudah menjadi seolah-olah sempit. Interaksi antar manusia dalam wujud tertentu sudah tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Interaksi tersebut salah satunya dalam bentuk komunikasi. Komunikasi melalui media saat ini sudah menjadi suatu budaya. Media yang biasa digunakan adalah media audio, visual dan audio visual. Perkembangan interaksi antar manusia melalui media semakin maju seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju . Dimana sains memberi kontribusi terbesar bagi perkembangan teknologi media. Media audio, visual dan audio visual menjadi suatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Semua media tersebut berbasis pada teknologi informasi. Informasi yang disampaikan melalui media memberi warna baru pada peradaban umat manusia.  Perkembangan mobilitas komunikasi dan informasi yang kian cepat memerlukan kesiapan semua pihak untuk mengembangkan kemampuan...

Maxim of Manner

CHAPTER I INTRODUCTION A.     Background of study Language is a tool that is most important for communication between humans. In other words, human beings will depend on a language and remember also that human beings are social creatures who can not live without the other. In this case surely there will be an inter-human interaction (communication) for various purposes. In essence, learning a language is learning to communicate. Therefore, the learning of English in schools geared to improve students' ability to communicate. Language as a means of communication used in a variety of functions and presented in a meaningful context and not in the form of loose sentences. Everyone cannot avoid communication. Whatever we say, both verbal and non-verbal will be considered as a message to others who always watch our movements and regard it as a symbol of what we think that we gain some idea of ​​what other people were thinking. By studying communication, we can make p...