BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejarah kurikulum pendidikan di
Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu
pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah
sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,
yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang
sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Menjelang
tahun baru 2013 dan memasuki tahun pelajaran 2013-2014 ini, Pemerintah melalui
Kementrian Pendidikan Nasional sedang mensosialisasikan kurikulum baru lagi yaitu
kurikulum 2013. Banyak pihak yang berharap adanya perubahan positif dari
kurikulum baru ini, namun disisi lain ada juga atau tidak sedikit yang merasa
pesimis atau tidak berharap banyak dari perubahan kurikulum 2013 ini dengan
berbagai argumen dan catatan yang ada. Sehingga opini masyarakat berdasarkan
kliping koran dan media masa yang penulis kumpulkan cukup beragam dengan
berbagai macam catatan.
Kurikulum
yang masih dalam masa evaluasi ini mengubah jumlah mata pelajaran dengan alasan
jumlah mata pelajaran di SD akan disederhanakan, tetapi muatannya lebih
mendalam, khususnya dengan materi yang dapat mengembangkan sikap peserta didik.
Hal tersebut berbeda dengan kondisi kurikulum saat ini yang memiliki cakupan
terlalu luas, tetapi dengan materi yang tidak dalam. Seperti diketahui,
kurikulum baru yang akan diberlakukan pada tahun ajaran 2013/2014 ini memiliki
sasaran dalam tiap jenjang. Untuk tingkat SD, diprioritaskan untuk pembentukan
sikap. Sementara tingkat SMP difokuskan untuk mengasah keterampilan dan untuk
tingkat SMA dimulai membangun pengetahuan.
Sementara untuk
SD jumlah mata pelajaran untuk masing-masing jenjang sekolah akan diajukan seperti untuk Sekolah Dasar (SD), hanya akan
ada enam mata pelajaran wajib yaitu PPKn, Agama, Matematika, Bahasa Indonesia,
Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes). Untuk jenjang SD
ini, Kemdikbud memang lebih menitikberatkan pada pembentukan sikap sehingga
diharapkan muncul generasi yang tidak hanya cerdas tapi juga mempunyai sikap
yang baik dan bijak ke depannya. Berdasarkan uraian diatas maka kelompok kami
tertarik untuk mengambil judul yang berkaitan dengan masalah aktual “Kurikulum 2013, Pangkas Mata Pelajaran”
1.2
Identifikasi Masalah
Berhubungan dengan akan adanya perubahan
kurikulum pendidikan Indonesia ditahun 2013. Maka banyak hal yang akan dirubah
dari kurikulum sebelumnya. Pengurangan jumlah mata pelajaran saat ini akan
menitikberatkan pada pembentukan sikap sehingga diharapkan muncul generasi yang
tidak hanya cerdas tapi juga mempunyai sikap yang baik dan bijak ke depannya. Selain
itu perubahan kurikulum yang baru akan menghasilkan pendidikan yang terintegrasi
bisa diterapkan, misalnya ketika siswa belajar tentang suku-suku di Indonesia.
Biasanya materi ini masuk ke mata pelajaran IPS. Namun di kurikulum yang
terintegrasi, bisa masuk ke Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila. Begitu
juga dengan materi yang lain.
1.3
Batasan Masalah
Mengingat jenjang
pendidikan yang terkait perubahan kurikulum 2013 terdiri dari SD, SMP SMA/SMK
maka kelompok kami membatasi masalah yang akan dibahas yaitu dengan hanya
membahas perubahan kurikulum untuk tingkat SD yang mengurangi jumlah mata
pelajaran.
1.4
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam pembahasan makalah ini adalah :
1. Mengapa
kurikulum 2013 untuk tingkat SD mengurangi jumlah mata pelajaran ?
2. Harapan
dengan adanya perubahan kurikulum 2013 ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kurikulum
Harapan masyarakat terhadap
kurikulum pendidikan di Indonesia, pada hakikatnya adalah adanya komunikasi dua
arah yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar menjadi interaktif dan
menyenangkan, baik bagi siswa maupun bagi guru. Belajar menyenangkan itulah
sebenarnya konsep pendidikan yang dapat membawa peserta didik (siswa) untuk
menguasai kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Harapan-harapan inilah yang seharusnya diakomodasi di dalam penyusunan kurikulum.
Adapun harapan-harapan yang sangat dinantikan dari berbagai kalangan adalah
sebagai berikut :
Pertama, dilihat dari Undang-Undang
1945, Dalam
usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana telah diamanatkan UUD
1945, adalah menjadi tugas utama pendidikan yang digariskan dalam kurikulumnya.
Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan
bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dari pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Pasal
1). Demikian pula bahwa untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional kurikulum
disusun, dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional.
Kedua, dilihat dari Peraturan
Pemerintah, Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pada Tanggal 16 Mei 2005, tenaga
pendorong yang sangat kuat yang memungkinkan terjadinya perubahan kurikulum pendidikan
nasional. Pada pasal 2 ayat (1) mengungkapkan bahwa lingkup Standar Pendidikan
Nasional meliputi 8 standar, yakni: Standar
Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lululusan, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana-Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Jadi Kurikulum merupakan program pendidikan bukan program pengajaran, yaitu
program yang direncanakan diprogramkan dan dirancangkan yang berisi berbagai
bahan ajar dan pengalaman belajar baik yang berasal dari waktu yang lalu,
sekarang maupun yang akan datang. Berbagai bahan tersebut direncanakan secara
sistemik, artinya direncanakan dengan memperhatikan keterlibatan berbagai
faktor pendidikan secara harmonis. Berbagai bahan ajar yang dirancang tersebut
harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku sekarang,
diantarnya harus sesuai dengan Pancasila, UUD1945, UU SISDIKNAS, PP No. 27 dan
30, adat istiadat dan sebagainya. Program tersebut akan dijadikan pedoman bagi
tenaga pendidik maupun peserta didik dalam pelakasanaan proses pembelajaran
agar dapat mencapai cita-cita yang diharapkan sesuai dengan yang tertera pada
tujuan pendidikan.
Ketiga dilihat dari pandangan para
ahli, Harapan dari semua para ahli tentang penggunaan kurikulum tidak terlepas
dari cita-cita untuk menyampaiakan informasi yang diberikan dapat diterima
dengan baik oleh peserta pendidikan, yang diharapkan dengan adanya
kurikulum menurut pandangan para ahli
adalah sebagai berikut :
-
(Crow and Crow)
memandang bahawa dengan adanya kurikulum diharapkan dapat membuat
rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara
sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah.
-
Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva,
1991:6 memandang bahwa Kurikulum dapat membantu peserta didik untuk membantu
mengembangkan pengalaman siswa di bawah bimbingan guru
Berdasarkan
pengertian-pengertian atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan
potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
2.2 Perubahan Kurikulum Indonesia 1947 - 2006
2.2.1 Rencana Pelajaran 1947
Awal
kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran
1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan
oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut
kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa
lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya
rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).
Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila.
Rencana
Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus
garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan
pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana
pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan.
Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri
dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran
yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Di penghujung era Presiden
Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Usai tahun
1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum
pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964.
Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
2.2.3 Kurikulum 1968
Usai tahun 1952,
menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di
Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968
merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968
bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti
Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya
pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
2.2.4 Kurikulum 1975
Kurikulum 1975
sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu.
Metode, materi,
dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
2.2.5 Kurikulum 1984
Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta —
periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
2.2.6 Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999
Kurikulum 1994
bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum.
Kejatuhan rezim
Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya
lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
·
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah
dengan sistem catur wulan.
·
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan
materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
·
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu
yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh
Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
·
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen
(terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
·
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran
hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan
berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran
yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
·
Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha
yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana
ke hal yang kompleks.
·
Pengulangan-pengulangan materi yang
dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
·
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994
muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
-
Beban belajar siswa terlalu berat karena
banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
-
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar
karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang
bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan
di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para
pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu:
· Penyempurnaan
kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
· Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang
ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta
sarana pendukungnya.
· Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan
kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
· Penyempurnaan
kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi
pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
· Penyempurnaan
kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang
tersedia di sekolah.
Penyempurnaan
kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu
tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang. Implementasi
pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk
invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah
melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi
sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari
sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya
UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa,
penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa
penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta
didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut
Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
·
Menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupu klasikal.
·
Berorientasi pada hasil belajar
(learning outcomes) dan keberagaman.
·
Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
·
Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
2.2.7 Kurikulum 2004
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah
yang mesti dicapai siswa. Kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa
soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah
sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah
menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK
yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan
bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan
Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan
delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses,
(3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan,
(5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan
(baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada
mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi,
esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),
yaitu:
·
Menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal.
·
Berorientasi pada hasil belajar
(learning outcomes) dan keberagaman.
·
Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
·
Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar
dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa
sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan
mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan
silabusnya.
2.2.8 KTSP 2006
Awal 2006
ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian
target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.
Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP
yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang
digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada
sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban
oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru
disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang
professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru.
Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak
kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1)
kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lain
masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut
untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan
prasarana yang dimillki oleh sekolah.
2.3 Kurikulum
2013
Pengembangan Kurikulum 2013
dilakukan dalam empat tahap. Pertama,
penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan
sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013
di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan
pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012.
Ketiga,
pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen
masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring
(on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. Tahap keempat, dilakukan penyempurnaan
untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada
pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan
untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu
kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk
mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka
peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek
yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa
kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik.
Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya
mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di
zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum
2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang
diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.
2.3.1
Landasan Perubahan Kurikulum
Perubahan kurikulum tidak bisa dilakukan ketika kita
tidak memiliki dasar. Adapun landasan perubahan kurikulum yang akan dilakukan
di tahun 2013 yang masih dalam tahap diskusi dengan pihak-pihak terkait dapat
diuraikan dalam tabel berikut ini :
Tabel
1. Landasan
Pengembangan Kurikulum
Aspek
Filosofis
|
•
Filosofi pendidikan yang
berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan
masyarakat
•
Kurikulum berorientasi pada
pengembangan kompetensi
|
Aspek
Yuridis
|
RPJMN 2010-2014 SEKTOR
PENDIDIKAN
•
Perubahan metodologi
pembelajaran
•
Penataan kurikulum
INPRES NOMOR 1 TAHUN 2010
•
Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional:
Penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan Nilai-Nilai Budaya bangsa Untuk Membentuk Daya Saing
Karakter Bangsa
|
Aspek
Konseptual
|
•
Relevansi
•
Model Kurikulum Berbasis Kompetensi
•
Kurikulum lebih dari sekedar
dokumen
•
Proses pembelajaran
Aktivitas belajar
Output belajar
Outcome belajar
•
Penilaian
Kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi
Penjenjangan penilaian
|
2.3.2 Elemen
Perubahan Kurikulum 2013
Dalam perubahan kurikulum 2013 yang menjadi acuan dalam
perubahan kurikulum mencakup dalam 4 standar pendidikan yaitu : Standar Kompetensi,
Standar Proses, Standar Isi, dan Standar Penilaian.
Tabel 2. Elemen Perubahan Kurikulum
Elemen
|
Deskripsi
|
Kompetensi
Lulusan
|
•
Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
|
Kedudukan mata
pelajaran (ISI)
|
•
Kompetensi yang semula diturunkan dari matapelajaran
berubah menjadi matapelajaran dikembangkan dari kompetensi
|
Pendekatan
(ISI)
|
Kompetensi
dikembangkan melalui :
-
Tematik Integratif dalam semua mata pelajaran
|
Struktur
Kurikulum (Matapelajaran dan alokasi waktu)
(ISI)
|
•
Holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya)
•
Jumlah matapelajaran dari 10 menjadi 6
•
Jumlah jam bertambah 4 JP/minggu akibat perubahan
pendekatan pembelajaran
|
Proses
pembelajaran
|
•
Standar Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi,
Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi
dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
•
Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga
di lingkungan sekolah dan masyarakat
•
Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
•
Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui
contoh dan teladan
•
Tematik dan terpadu
|
Penilaian hasil
belajar
|
•
Penilaian berbasis kompetensi
•
Pergeseran dari penilain melalui tes [mengukur
kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja], menuju penilaian otentik
[mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan
proses dan hasil]
•
Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu
pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya
terhadap skor ideal (maksimal)
•
Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga
kompetensi inti dan SKL
•
Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa
sebagai instrumen utama penilaian
|
Ekstrakuri-kuler
|
•
Pramuka (wajib)
•
UKS
•
PMR
•
Bahasa Inggris
|
2.3.3 Rasionalitas Perubahan Jam Mata Pelajaran
Strategi pengembangan pendidikan
dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran
siswa aktif berbasis kompetensi; efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan
peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru; serta lama tinggal di sekolah
dalam arti penambahan jam pelajaran.
Rasionalitas
penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran
(dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari
berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam
pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhirakhir ini ada
kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa
perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia
relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Finlandia yang relatif
singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat
satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang
baik.
Penyusunan
kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif
mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i)
konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya
mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya
melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis
kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii)
kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan
pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan
kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan
soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam
kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi
pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran
belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat
pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis
kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi
secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih
rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
2.3.4 Struktur
Kurikulum SD
Tabel 3. Dasar Pemikiran Perancangan Struktur
Kurikulum SD
NO.
|
Permasalahan
|
Penyelesaian
|
1
|
Capaian pembelajaran
disusun berdasarkan materi pelajaran bukan kompetensi yang harus dimiliki
peserta didik
|
Perlunya ditetapkan standar kompetensi kelulusan dan
standar kompetensi kelas untuk menyatakan capaian pembelajaran
|
2.
|
Kompetensi diturunkan
dari pengetahuan yang diperoleh dari mata pelajaran
|
Kompetensi
dirumuskan dalam tiga domain, yaitu sikap, keteramilan, dan
pengetahuan
|
3.
|
Walaupun kelas I –
III menerapkan pembelajaran tematik, tidak ada kompetensi inti yang mengikat
semua mata pelajaran
|
Perlunya merumuskan kompetensi inti untuk masing-masing
kelas
|
4.
|
Walaupun kelas I-III
menerapkan pembelajaran tematik, tetapi warna mata pelajaran sangat kental
bahkan berjalan sendiri-sendiri dan saling mengabaikan
|
Mata pelajaran harus dipergunakan sebagai sumber
kompetensi bukan yang yang diajarkan
|
5.
|
Kompetensi siswa hanya diukur dari kompetensi
pengetahuan yang diperolehnya melalui penilaian berbasis tes tertulis
|
Penilaian terhadap semua domain kompetensi menggunakan
penilaian otentik [proses dan hasil]
|
6.
|
Penilaian hanya berdasarkan kompetensi dasar saja
|
Penilaian berdasarkan kompetensi dasar dan kompetensi
inti
|
7.
|
Peserta didik pada jenjang satuan sekolah dasar belum perlu diajak
berfikir tersegmentasi dalam mata pelajaran-mata pelajaran terpisah
karena masih berfikir utuh
|
Perlunya proses pembelajaran yang menyuguhkan keutuhan
pada peserta didik melalui pemilihan tema
|
8.
|
Banyak sekolah alternatif yang menerapkan sistem
pembelajaran integratif berbasis tema yang menujukkan hasil menggembirakan
|
Perlunya menerapkan sistem pembelajaran integratif
berbasis tema
|
9.
|
Adanya keluhan banyaknya buku yang harus dibawa oleh
anak sekolah dasar sesuai dengan banyaknya mata pelajaran
|
Perlunya penyederhanaan mata pelajaran
|
10.
|
Indonesia menerapkan sistem guru kelas dimana semua
mata pelajaran [kecuali agama, seni budaya, dan pendidikan jasmani] diampu
oleh satu orang guru
|
Perlunya membantu memudahkan tugas guru dalam menyampaikan
pelajaran sebagai suatu keutuhan dengan meminimumkan jumlah mata pelajaran
tanpa melanggar ketentuan konstitusi [idealnya tanpa mata pelajaran sama]
|
11
|
Banyak negara menerapkan sistem pembelajaran berbasis
tematik-integratif sampai SD kelas VI, seperti Finlandia, England,
Jerman, Scotland, Perancis, Amerika Serikat (sebagian), Korea Selatan,
Australia, Singapura, New Zealand,, Hongkong, Filipina
|
Dapat dipergunakan sebagai acuan dalam usaha
meringankan beban guru kelas yang harus mengampu sejumlah mata pelajaran
|
Tabel 4. Usulan Rancangan Struktur Kurikulum SD
No
|
Komponen
Rancangan Alternatif – 1
|
1.
|
Berbasis
tematik-integratif sampai kelas VI
|
2.
|
Menggunakan
kompetensi lulusan untuk merumuskan kompetensi inti pada tiap kelas
|
3.
|
Menggunakan
pendekatan sains dalam proses pembelajaran [mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta] semua mata pelajaran
|
4.
|
Menggunakan
IPA dan IPS sebagai materi pembahasan pada semua mata pelajaran
|
5.
|
Meminimumkan
jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10
dapat dikurangai menjadi 6 melalui pengintegrasian beberapa mata
pelajaran:
- IPA menjadi materi
pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia , Matematika, dll
- IPS menjadi materi
pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, dll
- Muatan lokal
menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan
- Mata pelajaran
Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran
|
6.
|
Menempatkan
IPA dan IPS pada posisi sewajarnya
bagi anak SD yaitu bukan sebagai disiplin ilmu melainkan sebagai
sumber kompetensi untuk membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian dalam
berinteraksi sosial dan dengan alam secara bertanggung jawab.
|
7.
|
Perbedaan
antara IPA/IPS dipisah atau diintegrasikan hanyalah pada apakah buku teksnya
terpisah atau jadi satu. Tetapi bila dipisah dapat berakibat beratnya beban
guru, kesulitan bagi bahasa Indonesia untuk mencari materi pembahasan yang
kontekstual, berjalan sendiri melampaui kemampuan berbahasa peserta didiknya
seperti yang terjadi saat ini, dll
|
8.
|
Menambah 4
jam pelajaran per minggu akibat perubahan proses pembelajaran dan penilaian
|
2.3.5 Rasional
IPA dan IPS di Kelas V – VI SD
• Peserta didik kelas
V – VI (usia 11 – 12 tahun) sudah masuk pada tahap berpikir abstrak (operasi
formal ), sehingga sudah mampu memahami konsep-konsep keilmuan secara sederhana.
• Dengan mata pelajaran IPA/IPS yang terpisah, proses pembelajaran di
SD tetap dapat dilaksanakan dengan pendekatan tematik-terintegrasi.
• Masalah fokus
pembelajaran: ada istilah-istilah IPA yang memiliki arti berbeda dengan
istilah-istilah umum pada mata
pelajaran
Bahasa Indonesia, misalnya: “gaya”, “usaha”, “daya”, dll.
• Tiap mata pelajaran memiliki indikator pencapaian masing-masing.
Jika indikator Bahasa Indonesia dan IPA digabung, maka pelajaran Bahasa
Indonesia menjadi IPA.
•
Jika
materi IPA dipaksakan bergabung dengan Bahasa Indonesia, akan terjadi
pendangkalan materi IPA (terhapusnya beberapa bagian materi IPA), dampak negatifnya: Anak tidak banyak mengerti istilah-istilah IPA, sehingga
tidak suka membaca surat kabar/majalah yang mempunyai kolom sains.
Ada kekhawatiran pada masyarakat
jika Kurikulum 2013 diterapkan akan ada penghapusan beberapa mata pelajaran.
Kekhawatiran ini dijawab Mendikbud Mohammad Nuh, bahwa tidak ada penghapusan
mata pelajaran, yang ada hanya pengintegrasian mata pelajaran.
Mata pelajaran IPA dan IPS di
sekolah dasar (SD) diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
Pengintegrasian ini dilakukan karena penting, serta menyesuaikan zaman yang
terus mengalami perkembangan pesat.
Hadirnya kurikulum baru bukan
berarti kurikulum lama tidak bagus. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun
untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Pergeseran paradigma belajar abad
21 dan kerangka kompetensi abad 21 menjadi pijakan di dalam pengembangan
kurikulum 2013. (dikutip dari sisdiknas pada 19/02/2013)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Substansi
perubahan kurikulum bukan hanya sekedar perubahan isi dan materi, jumlah
pelajaran dan jam pelajaran tetapi perubahan ruh atau semangat yang terkandung
dalam kurikulum itu sendiri. Yang lebih penting lagi adalah bagaimanan
perubahan tersebut muncul dari bawah, muncul dari guru-guru yang menjalankan
langsung serta berhadapan dengan peserta didik, bukan perubahan yang tiba-tiba
(atau ujug-ujug) datangnya dari atas sehingga guru terkadang gagap dengan
perubahan pada kurikulum.
Budaya
pendidikan kita yang harus di bangun untuk ke depan adalah bagaimana supaya
perubahan kurikulum bukan hanya dari atas atau dari para pakar pendidikan
tetapi harus dqari berbagai sisi seperti menyerap aspirasi dari guru
berdasarkan catata ia selama 5 s/d 10 tahun menjalankan kurikulum yang ada,
juga berdasarkan kajian lapangan serta daya adaptasi lingkungan, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kurikulum tersebut atau sebaliknya,
sehingga perubahan kurikulum benar-benar tepat sasaran, dinantikan dan dapat
dirasakan manfaatnya oleh seluruh stakeholder pendidikan.
Budaya
yang lainnya yang harus kita bangun adalah karakter guru dan murid harus
benar-benar menjadi fokus utama dalam pembanguna pendidikan ke depan,
perubahan kurikulum sebagus apapun tetapi kalau tidak diban bagun sikap, moral
dan akhlak guru sebagai pendidiknya dan siswa sebagai peserta didiknya maka
mustahil ruh atau semangat yang ada dalam kurikulum tersebut tidak akan mampu
diwujudkan, karena guru dan siswa, pendidik dan peserta didik adalah menjadi
bagian penting pendidikan serta kurikulumnya sendiri selain dari faktor
sarana-prasarana, lingkungan, strategi, metode dan media.
Manfaat
lainnya jika kita menerapkan pola budaya di atas akan membantu pemerintah dan
kementrian nasional serta meringankan beban dalam hal sosialisasi kurikulum
karena yang di lapangan akan langsung mencerna perubahan yang ada, di samping
itu SDM pendidikan kita yang ada akan lebih berdaya dan diberdayakan, semoga
menjelang tahun pelajaran baru 2013-2014 kita lebih dewasa, arif dan bijaksana
dalam menyikapi setiap perubahan yang ada, termasuk perubahan dalam kurikulum
2013 yang kita hadapi nanti.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar